SANG PEMBAWA KEHIDUPAN BARU
Tulisan
ini pernah diikutsertakan dalam perlombaan menulis dalam rangka memperingati
hari ibu dan berhasil menjadi salah satu karya terpilih.
SANG PEMBAWA KEHIDUPAN BARU
Dulu, semasa gadis sering merasa sebal dengan ibunda
karena banyak menyuruh saya melakukan hal-hal yang seringkali enggan saya
lakukan. Juga banyak melarang saya melakukan hal-hal yang biasanya justru saya
senangi. Bahkan, tak jarang keluar kalimat-kalimat bantahan dari mulut tak tahu
diri ini yang kerap membuat ibunda bersedih hati.
Rasanya menyesal sekali kalau ingat pernah membuat ibunda
bersedih. Meskipun demikian, ibunda tetaplah bagaikan sesosok malaikat penolong
di kala susah, sedih, gundah dan gulana menghinggapi. Mau ini, mencari ibunda.
Mau meminta pertolongan itu, yang pertama dicari selalu ibunda. Pokoknya ibunda
itu adalah “the one and the real hero in
our life.” Tak terbayangkan deh, hidup tanpa kasih seorang ibu.
Akan tetapi, kebanyakan seorang anak, terutama anak gadis
baru menyadari bahwa “menjadi seorang ibu itu ternyata bukanlah pekerjaan yang
mudah” itu ya setelah mengalami sendiri rasanya menjadi ibu.
Dulu, waktu awal-awal menikah, yang ada dalam bayangan saya
ya cuma senang-senangnya saja. Sama sekali tidak pernah terpikir untuk
secepatnya mempunyai anak. Entahlah, sepertinya pada waktu itu saya memutuskan
untuk segera menikah itu hanya karena
saya merasa telah menemukan lelaki yang merupakan sosok pelindung seperti yang
saya idamkan. Saya sama sekali tidak
membayangkan apa yang akan terjadi kemudian. Just married. Itu saja.
Tak disangka dan tak dinyana, baru satu bulan menikah,
ternyata saya mendapatkan kehormatan dengan diberikan hak istimewa untuk bisa
membawa kehidupan baru yang dititipkan-Nya melalui rahim saya. Bayangkan,
“membawa kehidupan baru” lho… Hebat nggak tuh? Bagi seorang calon ibu baru,
tentu saja hal tersebut adalah pengalaman yang sungguh luar biasa. Demikian
pula halnya dengan yang saya rasakan pada waktu itu.
Apakah pada saat itu saya merasa ‘bangga’ karena akan
segera menjadi seorang ibu? Jawabannya adalah ‘ya’ dan ‘tidak’.
Ya. Saya bangga karena Tuhan
begitu percaya kepada saya, sehingga begitu cepat menitipkan cikal bakal manusia
baru di dalam rahim saya.
Tidak. Karena saya yang pada
saat itu masih sangat muda, hanya bisa membayangkan berbagai
kerepotan-kerepotan yang harus saya hadapi. Memikirkan bahwa saya tidak akan
pernah bisa sebebas dulu lagi, memikirkan bahwa saya tidak akan dapat segera
melanjutkan pendidikan saya ke jenjang yang lebih tinggi lagi, dan berbagai
perasaan pesimistis lainnya.
Akan tetapi, setelah si jabang bayi lahir ke dunia ini,
yang tersisa hanyalah perasaan “bangga” saja. Bagaimana tidak, rasa takjub menghadapi
proses kelahiran yang amazing banget,
kemudian menyusui, merawat dan membesarkan serta mendidik anak menjadi manusia
yang baik telah berhasil menyingkirkan rasa pesimis yang sempat muncul.
Menjadi seorang ibu itu berarti harus bisa menanggalkan
keegoisan diri, karena berkomitmen untuk bisa menjadi seorang ibu yang baik itu
artinya harus siap berkorban banyak hal.
Bagaimana tidak, dimulai dari semasa kehamilan saja sudah harus banyak
berkorban demi sang jabang bayi di dalam perut supaya dapat tumbuh sehat dan
sempurna. Misalnya, ibu harus rela mengkonsumsi makanan yang bisa jadi sangat
tidak ibu sukai, tapi tetap harus ibu makan. Rasanya pasti sangat menyiksa
sekali.
Selama mengandung, ibu juga harus rela berkorban
kehilangan bentuk badan idealnya. Pinggang, panggul, perut dan pantat yang kian
membesar, belum lagi kulit yang jadi berparut dan bergelambir. Sungguh sangat
tak sedap dipandang mata. Tapi seorang ibu dapat dengan mudah mengacuhkan semua
itu demi buah hatinya.
Selama proses persalinan, sang ibu bahkan sanggup
membuang rasa malu saat kemaluannya harus dilihat oleh orang lain. Semua itu
tentu saja demi si buah hati. Sampai di situ saja? Tentu tidak. Belum hilang
rasa letih akibat proses melahirkan, seorang ibu harus selalu siaga 24 jam. Seorang
ibu harus siap begadang meski lelah dan kantuk menyerbu. Menyusui, mengganti
popok, menimang saat si bayi menangis terus, dan berbagai aktivitas pengasuhan
lain yang tentu saja melelahkan baik fisik maupun mental.
Menjadi seorang ibu itu memang bukan hal yang mudah,
namun juga bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Perasaan “bangga” menjadi
seorang ibu itu kian terpupuk seiring bertambahnya waktu dengan kelahiran anak
kedua dan ketiga. Bisa mengawal setiap saat tumbuh kembang mereka dan belajar
menjadi manusia serba bisa buat mereka adalah kebanggan tersendiri yang saya
rasakan. Menjadi perawat andal saat mereka sakit, menjadi koki istimewa yang
paling paham selera masing-masing anak, lalu menjadi guru yang selalu dianggap
serba tahu oleh anak-anak, tentu saja ilmu dan keterampilan saya menjadi
berkembang secara alami.
Perasaan “bangga” menjadi seorang ibu pun kian membuncah
ketika anak-anak menganggap bahwa hanya ibunyalah tempat mereka berbagi suka
dan duka. Hal ini persis seperti yang saya alami semasa kanak-kanak dulu. Mau
apa-apa yang pertama dicari selalu ibunda. Untuk itulah, seorang ibu selalu dituntut
untuk bisa menjadi “serba bisa”, meskipun untuk itu sebenarnya saya masih jauh
dari sempurna. Karena hal inilah saya
baru menyadari betapa hebatnya almarhumah ibu saya. Saya selalu merasa bangga
saat mengingat betapa hebatnya ibunda saya sekaligus juga sedih karena merasa
belum pernah bisa membuat ibunda senang.
Menjadi seorang ibu itu perlu banyak belajar dan mengkaji
diri sendiri. Menjadi seorang ibu adalah sebuah kebanggaan tersendiri yang
sulit untuk diungkapkan dengan sempurna hanya dengan kata-kata belaka.
Saya yakin, semua ibu di dunia ini pasti sangat bahagia
manakala bisa mengikuti tumbuh kembang buah hatinya. Merasa bahagia manakala
bisa menyaksikan langkah pertama buah hatinya meskipun tak dapat menutupi
keterkejutannya saat melihatnya terjatuh. Merasa bahagia manakala bisa
mendengar ocehan pertama buah hatinya, dan merasa bangga bukan kepalang ketika
menyadari bahwa hanya kitalah para ibu yang bisa memahaminya. Juga merasa bahagia
manakala anak-anak mampu bersosialisasi dengan lingkungannya secara baik.
Bagaimanapun juga, almarhumah ibundalah yang telah
membawakan saya perasaan “bangga menjadi ibu”. Saya merasa bangga sekali karena
telah diberi kepercayaan oleh-Nya untuk membawa kehidupan baru ke dunia ini.
Saya bangga karena telah diijinkan untuk mendidik dan mengajarkan anak-anak
menjadi insan yang baik secara umum. Dan
kebanggan terbesar saya untuk saat ini, karena bisa membawa kebahagiaan dan
suka cita bagi anak-anak saya.
Al fatehah untuk almarhumah ibunda tercinta.
Komentar
Posting Komentar